Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1]
Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[2]
Sejarah Teori Motivasi
Tahun 1950an merupakan periode
perkembangan konsep-konsep motivasi.[2]
Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan,
teori X dan Y, dan teori dua faktor. [2]
Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada
hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi
di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.[2]
Hierarki Teori
Kebutuhan Maslow
Teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow,
pencetus hierarki teori kebutuhan
Teori motivasi yang paling
terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham
Maslow. [3]
Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan,
yaitu fisiologis
(rasa lapar, haus, seksual,
dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya
fisik dan emosional),
sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan),
penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri
(pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).[3]Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. [3] Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. [3] Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. [3]
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. [3]. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat. [3]
[sunting] Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori
X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. [2]
Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai
sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka
cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.[2]Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.[2]
- Karyawan
pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya.
- Karena karyawan tidak menyukai
pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
untuk mencapai tujuan.
- Karyawan akan mengindari tanggung
jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
- Sebagian karyawan menempatkan
keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan
sedikit ambisi.
- Karyawan menganggap kerja sebagai hal
yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
- Karyawan akan berlatih mengendalikan
diri dan emosi
untuk mencapai berbagai tujuan.
- Karyawan bersedia belajar untuk
menerima, mencari, dan bertanggungjawab. *Karyawan mampu membuat berbagai
keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi,
dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Teori motivasi kontemporer
David McClelland,
pencetus Teori Kebutuhan
Teori motivasi kontemporer
bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan
kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan[4].Teori motivasi kontemporer mencakup:[4]
Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland
dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya[5].
Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan
sebagai berikut:[5]
·
- kebutuhan berprestasi: dorongan
untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
- kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk
membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak
akan berperilaku sebaliknya.
- kebutuhan berafiliasi: keinginan
untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
[sunting] Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah
teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk
perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi
tingkat motivasi secara keseluruhan.[6]
Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi
yang mendukung.[6]
[sunting] Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah
teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber
motivasi kerja yang utama. [7] Artinya,
tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak
usaha yang harus dikeluarkan. [8]
[sunting] Teori
penguatan
Teori penguatan adalah
teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya
jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan
hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan
tindakan. [9]
[sunting] Teori
Keadilan
Teori keadilan adalah
teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons
untuk menghilangkan ketidakadilan.[9]
[sunting] Teori
harapan
Teori harapan adalah
kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti
dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu
tersebut.[9]
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia
adalah makanan, cinta,
seks, dan pencapaian.[10]
Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang
melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan
beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau
kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan
untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah
faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.
Variabel-Variabel Motivasi
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J.
Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi
terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan
atas lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive).
Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962:
83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari
fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh
in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.
[sunting] Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif
adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap
tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan
apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan
sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai
kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka
didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang
mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
[sunting] Harapan
Mengacu pada pendapat Victor
Vroom, Cut Zurnali (2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan
dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari
pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan
lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara
singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation
which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah
merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur
levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The
individual is influenced in his action by two major sources of role expectation
the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the
informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to
structure the social situation and the devine his place in it.Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).
[sunting] Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive),
Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa
pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah
incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping
activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu
kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya
kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang
lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif
sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau
persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat
mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih
lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in
arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions
introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of
people.Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar